Cinta, Tak Sebatas Asmara
Seandainya di
bulan Februari nggak ada tanggal merah jambu, mungkin temen-temen kita nggak
pada sibuk berburu pernak-pernik bernuansa cinta. Bagi para pelaku bisnis,
tanggal merah jambu ini identik dengan tambang uang. Dalam nuansa penuh warna
pink di pusat-pusat perbelanjaan juga disemarakkan balon warna-warni berbentuk
hati, semua produk berlabel love alias cinta pun banyak dicari.
Berbagai produk
ditawarkan. Mulai dari kartu ucapan, cokelat dengan bentuk dan kemasan yang
bervariasi, bunga, boneka, bantal, aneka baju berwarna pink, pernak-pernik
(semacam cardigan, bando, ikat rambut, jepit rambut), hingga buku dan CD. Udah
gitu pake diskon lagi. Gimana konsumen nggak pada ngiler. Tinggal pilih, cocok,
bayar.
Hari kasih sayang
yang setiap tahun jatuh pada tanggal 14 Februari ini lho yang kita sebut
tanggal merah jambu itu. Dunia mengenalnya, Valentine Days (VD). Hari gini,
kita bisa tergolong remaja ku'in (pinjem istilah Mbak November Rain di sebuah
milis) alias kurang informasi kalo nggak kenal VD. Momen yang udah pasti nggak
akan lewat dari pengamatan remaja sejagat raya. Bagi mereka, maknanya begitu
spesial. Sehingga kian bejibun remaja-remaji yang ikut berpartisipasi dalam merayakannya
dari tahun ke tahun.
Penulis sempet
survey ke lapangan perihal perayaan VD ini di mata remaja. Sebut saja Vika dan
Yuli ( siswi kelas 3 SMUN 3 Bogor ) serta Valentiana ( siswi kelas 2 SMP PGRI 1
Bogor ), biasanya mereka saling ngasih ucapan baik secara langsung, via kartu,
SMS, atau EMS yang pasti melankolis abis. Ada juga acara tuker kado antar temen
cewek dan nggak ketinggalan cium pipi kiri-kanan. Atau makan bareng di café
atau rumah teman. Kalo pendapat Fajar ( Siswa kelas 2, SMU Taruna Andika ) laen
lagi. Doi bilang, temen-temennya suka jalan-jalan bareng pacar. Malah ada yang
sampe booking di hotel dan ML. Waduh!
Sobat, makin
syerem aja ya ekspresi cinta remaja di bawah bendera Valentine Days. Padahal
dari hasil survey penulis, nggak semua remaja tahu banget asal-usul VD itu
sendiri. Paling-paling tahu artinya hari kasih sayang doang. Nggak lebih. Walau
mereka aktif merayakannya setiap tahun. Emang sih, kebanyakan ikut-kutan ajakan
temen atau terprovokasi oleh media massa. Tapi tetep aja menikmati. Hayoo ngaku
aja! Nah, biar kita-kita nggak tergolong anggota PKI alias Pemuda (i) Kurang
Informasi, ada baiknya kita tengok sekilas sejarah VD. Yuk?
Sekilas sejarah
VD
Ensiklopedia
Katolik menyebutkan tiga versi tentang Valentine, tetapi versi terkenal adalah
kisah Pendeta St. Valentine yang hidup di akhir abad ke 3 M di zaman Raja
Romawi Claudius II. Pada tanggal 14 Februari 270 M Claudius II menghukum mati
St. Valentine yang telah menentang beberapa perintahnya. Claudius II melihat
St. Valentine mengajak manusia kepada agama Nashrani lalu dia memerintahkan
untuk menangkapnya.
Dalam versi kedua
, Claudius II memandang para bujangan
lebih tabah dalam berperang daripada mereka yang telah menikah yang sejak
semula menolak untuk pergi berperang. Maka dia mengeluarkan perintah yang
melarang pernikahan. Tetapi St. Valentine menentang perintah ini dan terus
mengadakan pernikahan di gereja dengan sembunyi-sembunyi sampai akhirnya
diketahui lalu dipenjarakan. Dalam penjara dia berkenalan dengan putri seorang
penjaga penjara yang terserang penyakit. Ia mengobatinya hingga sembuh dan
jatuh cinta kepadanya. Sebelum dihukum mati, dia mengirim sebuah kartu yang
bertuliskan “ Dari yang tulus cintanya, Valentine .” Hal itu terjadi setelah
anak tersebut memeluk agama Nashrani bersama 46 kerabatnya.
V ersi ketiga
menyebutkan ketika agama Nashrani tersebar di Eropa, di salah satu desa
terdapat sebuah tradisi Romawi yang menarik perhatian para pendeta. Dalam
tradisi itu para pemuda desa selalu berkumpul setiap pertengahan bulan
Februari. Mereka menulis nama-nama gadis desa dan meletakkannya di dalam sebuah
kotak, lalu setiap pemuda mengambil salah satu nama dari kotak tersebut, dan
gadis yang namanya keluar akan menjadi
kekasihnya sepanjang tahun. Ia juga mengirimkan sebuah kartu yang bertuliskan “
dengan nama tuhan Ibu, saya kirimkan kepadamu kartu ini .”
Akibat sulitnya
menghilangkan tradisi Romawi ini, para pendeta memutuskan mengganti kalimat “
dengan nama tuhan Ibu ” dengan kalimat “ dengan nama Pendeta Valentine ”
sehingga dapat mengikat para pemuda tersebut dengan agama Nashrani.
Sobat, dengan
informasi tentang sejarah VD di atas, semoga kamu makin haqul yakin kalo VD
adalah budaya non Islam. Bukan cuma sekedar seremonial biasa. Jadi, seperti
pendapat Ismail ( salah satu alumnus SMU Bina Sejahtera ), “Nggak baek ngikutin
perayaan agama laen kayak Valentine Days. Sekedar tahu sih boleh aja.” Nah,
biar nggak kejerumus. Hindari ya? Akur kan? Pasti dong! Sip deh!
Cinta kita begitu
luas
Sobat muda muslim,
mendengar obrolan remaja tentang cinta, sepertinya makna cinta itu makin
menyempit. Sesempit ruang bernapas dalam KRL Jakarta-Bogor kelas ekonomi di
pagi hari. Maknanya nggak jauh dari cerita indah yang menghiasi keseharian
Kenshin Himura dan Kori dalam Samurai-X. Selalu diartikan kasih asmara antar
lawan jenis. Padahal Allah swt. menciptakan rasa ini dalam diri manusia nggak
cuma dalam rangka memadu kasih dua insan yang tengah kasmaran. Bisa juga berupa
kecintaan seorang bapak kepada anak dan istrinya, cinta kita pada orang tua dan
keluarga, atau kepada saudara seakidah.
Seorang bapak,
nggak kenal lelah untuk mencari nafkah sebagai ekspresi cintanya pada keluarga.
Sekecil apapun kesempatan yang Allah berikan untuk menghidupi keluarganya, akan
dia kejar meski harus membanting tulang dan bermandi keringat. Baginya, jadi
pedagang asongan, petugas parkir, atau tukang bakso keliling dengan penghasilan
minim lebih mulia dan terhormat dibanding seorang pencopet, maling, atau
penjudi.
Cinta kita pada
orang tua sudah seharusnya membuat kita belajar untuk mandiri berbakti
kepadanya. Menginvestasikan setiap pemberian mereka dalam ilmu yang bermanfaat
dan kedewasaan dalam besikap dan berbuat. Sebab someday , kita pun akan jadi
orang tua yang mengurus keluarga sendiri dan juga mereka yang telah renta.
Cinta kepada
saudara seakidah akan menghancurkan tembok sekolah, rumah, suku, atau negara,
yang menyekat kita. Rela mengorbankan harta, tenaga, waktu, pikiran, atau
apapun yang dimiliki sesuai kemampuan untuk saudaranya. Dalam hadis Mutafaq
‘alaih dari Anas dari Nabi saw. ia bersabda:
“Tidak beriman
salah seorang di antara kalian hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia
mencintai dirinya sendiri.”
Dan yang terakhir
adalah kecintaan kita kepada Allah dan RasulNya. Menurut al-Zujaj: “Cintanya
manusia kepada Allah dan RasulNya adalah menaati keduanya dan ridho terhadap
segala perintah Allah dan segala ajaran yang dibawa Rasulullah saw”. Sehingga
seorang hamba akan bersegera memenuhi seruan-Nya. Meski harus ditukar dengan
cintanya pada anak-istri, keluarga, atau harta benda (lihat QS at-Taubah [9]:
24)
Nah sobat, inilah
makna cinta bagi seorang muslim. Begitu universal dan luas. Saking luasnya
nggak perlu dibatasi dengan hari khusus macam VD. Atau diekspresikan dengan
pacaran dan gaul bebas yang malah menempatkan cinta itu sendiri atas nama nafsu
syahwat. Kita bisa mencintai sepanjang hari selama hidup kita dan tidak
terbatas cuma kepada lawan jenis aja. Karena itu, cintailah cinta dari sang
Pemberi Cinta.
Serangan budaya
di depan kita
Sobat muda
muslim, di era globalisasi kayak sekarang, emang nggak gampang menghindari
serangan budaya sekular barat. Dunia begitu sempit. Sementara jangkauan
pengaruh budaya itu malah makin meluas dengan bantuan kecanggihan teknologi. Di
dunia cyber maupun di dunia nyata, arus budaya itu keluar masuk nggak pake
karcis dan bebas menyapa remaja. Kondisi ini diperparah oleh kampanye
‘selamatkan remaja dari status jomblo' melalui tayangan sinetron atau reality
show yang bertemakan cinta remaja. Pada akhirnya, kian banyak remaja yang
tergoda untuk ikut-ikutan gaul bebas dan menodai cintanya dengan lumuran hawa
nafsu. Ancur dah! Lantas musti gimana dong?
Nggak usah
bingung. Kalo kita nggak bisa menghindari, bukan berarti kita nggak bisa
membangun benteng dalam diri kita. Caranya, perkuat akidah kita biar nggak
latah ngikut budaya rusak itu karena diajak temen atau terprovokasi oleh media
massa. Itu sebabnya, kita wajib nyadar kalo perilaku kita di dunia nggak akan
lolos dari pengamatanNya, juga dari catatan Malaikat Raqib dan ‘Atid yang setia
sampai mati mendampingi kita. Allah Swt. berfirman: “Dan janganlah kamu
mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya
pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan
jawabnya.” (QS al-Isrâ [17]: 36)
Untuk urusan
cinta, Islam udah ngatur ekspresinya biar nggak ketuker dengan ayam jago yang
maen sosor aja kalo udah kebelet. Nggak ada tuh, yang namanya pacaran, HTS
(Hubungan Tanpa Sex), ataupun pacaran islami. Yang ada dalam Islam adalah
mekanisme khitbah dan nikah untuk penyaluran hasrat mencintai lawan jenis. Dan
perlu dicatet, mekanisme ini bukanlah pilihan, tapi kewajiban. Allah Swt.
berfirman:
”Dan tidaklah
patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin,
apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi
mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai
Allah dan RasulNya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. (QS
al-Ahzab [33]: 36)
Selain itu, kita
juga kudu berani berkata ‘tiiidaaak..!' pada ajakan teman untuk bermaksiat
kepadaNya. Seperti berpartisipasi dalam perayaan VD, tahun baru, April Mop ,
dugem, atau gaul bebas dengan lawan jenis. Ngapain juga kita kudu ngikut ajakan
dia? Demi nilai persahabatan? Huh, gombal! Seorang sahabat yang baik dan benar
(kayak EYD aja), pasti ngajak kita untuk taat, bukan untuk bermaksiat. Catet
ya…
Oke deh sobat,
kita bukan anak kecil lagi yang gampang latah ngikutin temennya yang ngajak
nggak bener. Kita udah cukup dewasa untuk menjadikan hidup ini lebih berarti.
Sebab hidup nggak cuma sekali. Ada kehidupan ke dua di akhirat nanti. Dan
belajar terus tentang Islam menjadi pilihan terbaik dalam mengisi masa muda
kita. Jadi, tunggu apa lagi, ikut ngaji nyok? Nyook…! Kita tunggu lho... Siap
kan? Tetap semangat! [hafidz]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar