Pandangan Pertama Yang Begitu Menggoda
Artikel Muslimah
kafemuslimah.com Setahun yang lalu, ada seorang temanku yang mengucapkan kata perpisahan denganku lewat email. Dia memang teman yang tidak pernah aku temui kecuali hanya di dunia internet saja. Sungguh, inilah perpisahan yang sangat memberikan kesan mendalam di hatiku hingga kini. Dia sudah memutuskan untuk keluar dari dunia internet, pun dari dunia pergaulan. Alasannya, karena di kedua dunia tersebut terdapat banyak sekali kemaksiatan yang terjadi. Situs porno di mana-mana, bahkan sekalipun dia berada di situs islami sekalipun tetap saja tak bisa menghindari “ajakan” (baik berupa advertise atau inviter asing) yang sama sekali jauh dari ajaran islami. Dia juga putus asa menghadapi tayangan media hiburan yang melulu mengumbar aurat dan kemaksiatan, serta informasi dari media massa yang sangat merusak akhlak. Belum lagi lingkungan sekitarnya yang tidak bisa lagi ditolerir olehnya. Pergaulan pria dan wanita yang sangat bebas, hingga adegan sun pipi kiri kanan antar lawan jenis adalah pandangan biasa di kampusnya, bahjkan orang sudah tak peduli lagi jika ada kejadian “mobil goyang”, yaitu sebuah perbuatan mesum antara pria dan wanita yang dilakukan didalam sebuah mobil yang berkaca riben.
Belum lagi adegan keakraban lain yang benar-benar meruntuhkan ketentuan hijab dan aturan mahram. Perilaku kaum wanita pun tidak luput dari ketakutannya, mulai dari pakaian yang ketat dan mini, sikap agresif-genit dan centil mereka yang selalu memancing orang lain untuk menggoda mereka, juga ajakan mereka untuk memperbanyak pengikut yang sangat gencar hingga sangat sedikit teman yang bisa dikatakan selamat dari fitnah (sampai sekarang, aku masih menyimpan kekaguman tersendiri pada pendirian temanku ini).
Hanya saja, apa yang dilakukannya kemudian, sama sekali tidak aku setujui. Inilah perbedaan sudut pandang kami, karena penolakannya terhadap apa yang terjadi di sekitarnya itu, bukan hanya berhenti pada menarik diri dari dunia sekitarnya tapi juga penolakan atas semua teknologi dan kemajuan yang terjadi di sekitarnya. Dia kurangi makan dan minum hingga benar-benar minim sekali kebutuhan itu dipenuhinya. Tubuhnya menjadi kurus laksana seorang pertapa pegunungan. Dia menolak internet, media massa, televisi, radio, telepon, kendaraan bermotor dan semua teknologi yang ada (alhamdulillah di saat-saat akhir itu dia masih mau membaca emailku ^_^). Dia juga tidak berbicara kecuali yang perlu saja dengan orang lain, bahkan dia mulai menolak pertemuan dengan orang lain yang menurut perkiraannya tidak islami sehingga yang datang kemudian adalah kondisi mengucilkan diri yang menurut orang lain sudah sangat ekstrem (aku tidak bisa komentar lebih jauh dan jika aku teruskan gambaran tentang temanku ini disini, aku takut kita semua akan terjerumus pada ghibah, jadi kita sudahi yah..maaf. Semoga Allah senantiasa memberikan yang terbaik pada temanku itu). Hmm...yang bisa aku tanggapi dari kasus temanku ini adalah bahwa semua hal tersebut berawal dari kekecewaan pandangan mata.
Allah berfirman,
“Katakanlah kepada orang laki-laki yuang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya. Yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat’. Katakanlah kepada wanita yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya’.” (An Nur :30-31)
Allah menjadikan mata sebagai cermin hati. Jika seseorang menahan pandangan matanya, berarti dia menahan syahwat dan keinginan hati. Jika dia mengumbar pandangan matanya,berarti dia mengumbar syahwat hatinya. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa yang dilarang dengan tiada keraguan lagi dalam perkara “menjaga pandangan” adalah melihat dengan menikmati dan bersyahwat, karena ini merupakan pintu bahaya dan penyulut api. Sebab itu, ada ungkapan, “memandang merupakan pengantar perzinahan.” Sebagaimana yang dikatakan oleh Syauki Ihwal memandang yang dilarang ini, yakni “ “memandang (berpandangan) lalu tersenyum, lantas mengucapkan salam, lalu bercakap-cakap, kemudian berjanji, akhirnya bertemu.”(kutipan dari Ibnu Qayyim).
“Sesungguhnya Allah telah menetapkan atas diri anak keturunan Adam bagiannya dari zina. Dia mengetahui yang demikian tanpa dipungkiri. Mata itu bisa berzina dan zinanya adalah pandangan. Lidah itu bisa berzina dan zinanya adalah perkataan. Kaki itu bisa berzina dan zinanya adalah anyaman langkah. Tangan itu bisa berzina dan zinanya adalah tangkapan yang keras. Hati itu bisa berkeinginan dan berangan-angan. Sedangkan kemaluan membenarkan yang demikian itu atau mendustakannya.”(Diriwayatkan Bukhari-Muslim, An Nasa’y dan Abu Daud).
Sebenarnya, bukan hanya pandangan mata saja yang bisa mengantarkan pada perzinahan, tetapi juga semua anggota panca indra kita. Penciuman yang membaui wewangian, telinga yang mendengar suara yang menggoda, hanya saja dalam hal ini mata adalah utama karena reaksi yang dihasilkan oleh pandangan mata itu langsung dikirim ke otak dan menimbulkan reaksi pada seluruh tubuh. Sudah menjadi fitrah manusia senang pada sesuatu yang indah dilihat oleh mata, indra lain akan otomatis mengikutinya.
Qardhawi mengungkapkan dua ijma apa yanag diperbolehkan dalam masalah menjaga pandangan tersebut, yaitu :
Pertama, bahwa sesuatu yang dilarang itu diperbolehkan ketika darurat atau ketika dalam kondisi membutuhkan, seperti kebutuhan berobat, melahirkan dan sebagainya, pembuktian tidak pidana, perdagangan, pengajaran dan lainnya yang diperlukan dan menjadi keharusan, baik perseorangan maupun masyarakat.
Kedua, bahwa apa yang diperbolehkan itu menjadi terlarang apabila dikhawatirkan terjadinya fitnah, baik kekhawatiran itu terhadap laki-laki maupun perempuan. Dalam hal ini apabila terdapat petunjuk-petunjuk yang jelas, tidak sekedar perasaan atau khayalan sebagian orang yang takut atau ragu-ragu terhadap setiap orang dan setiap persoalan.
Karena itu Nabi saw pernah memalingkan muka anak pamannya yang bernama al-Fadhl bin Abbas, dari melihat wanita Khats’amiyah pada waktu haji, ketika beliau melihat al-Fadhl berlama-lama memandang wanita itu. Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa al-Fadhl bertanya kepada Rasulullah saw, “Mengapa engkau palingkan muka anak pamanmu ?” Beliau SAW menjawab, “Saya melihat seorang pemuda dan seorang pemudi, maka saya tidak merasa aman akan gangguan setan terhadap mereka.”
Kekhawatiran akan terjadinya fitnah itu kembali kepada hati nurani si muslim, yang wajib mendengar dan menerima fatwa, baik dari hati nuraninya sendiri maupun orang lain. Artinya, fitnah itu tidak dikhawatirkan terjadi jika hati dalam kondisi sehat, tidak dikotori syahwat, tidak dirusak syubhat (kesamaran), dan tidak menjadi sarang pikiran-pikiran menyimpang (dikutip dari Qardhawy).
Lalu, bagaimana sikap kita terhadap semua hal yang rasanya tidak bisa kita hindari dalam keseharian kita yang semuanya berhubungan dengan kemampuan menjaga pandangan? Apakah kalian akan mengikuti langkah teman saya itu? Apakah kita memang harus mengasingkan diri dari peradaban dan dari mengucilkan diri dari zaman yang memang kata orang sudah edan ini?
Hmm… Jika kalian ingin tahu isi perdebatan kami ketika itu, salah satunya adalah, pemikiran saya jika masing-masing kita menarik diri dari peradaban lalu bagaimana dengan regenerasi umat muslim selanjutnya? Apakah kita akan menyerahkan begitu saja negara ini untuk dipimpin oleh non muslim, apakah kita akan menyerahkan begitu saja para saudara muslim kita dibantu oleh tenaga medis, tenaga ekonomi, atau tenaga ahli lain yang non muslim yang mungkin tidak mengerti apa itu haram dan halal dalam islam? Apakah kita akan menyerahkan begitu saja dunia ini dikuasai sepenuhnya oleh ajaran non islam?
Saya tidak rela dan tidak akan pernah rela (meskipun saya akui saya belum bisa memberikan kontribusi apapun pada ummat ini). Menurut saya, seharusnyalah kita mengendarai kemajuan teknologi yang ada sekarng ini dan memanfaatkannya untuk menyebarkan ajaran islam seluasnya, setidaknya harus ada penyeimbang di antara ajaran non islam itu. Menurut saya, sebagai umat Islam, di tangan kitalah warna dunia ini kita lukis. Sudah terlalu lama umat Islam hanya menjadi budak di negaranya sendiri. Sudah terlalu lama umat Islam hanya menjadi buih di pinggir pantai yang dengan mudah dipermainkan gelombang laut dan akhirnya musnah ketika bertemu pasir di pantai. Kejayaan kita hanya tinggal kenangan. Sekarang segala sesuatunya dikuasai oleh mereka yang non muslim, bahkan termasuk kemerdekaan dan hak asasi kita sebagai manusia. Kini saatnya kita untuk bangkit kembali dan merebut semua kejayaan yang dulu pernah kita raih.
“Asy-Syafiy’y Rahimahullah berkata, “Mengisolir diri dari manusia bisa mendatangkan permusuhan dan membuka diri kepada manusia bisa mendatangkan keburukan. Tempatkanlah dirimu sendiri di antara mengisolir dan membuka diri…” (Dikutip dari Ibnu Qadamah)
Untuk itulah perlu sebuah aksi yang mengarah pada kemajuan sekaligus menjaga akhlak agar tak lagi rapuh. Dalam hal ini, tentu saja kita sebelumnya harus menertibkan hati kita dahulu. Sesungguhnya, segala sesuatu itu akan kembali pada satu sumber, niat di dalam hati tiap manusia.
“Sesungguhnya di dalam tubuh ada segumpal darah. Jika ia baik, maka seluruh tubuh akan baik pula, dan jika ia rusak, rusak pula seluruh tubuh. Ketahuilah, segumpal darah itu adalah hati.” (Bukhary-Muslim)
Jadi untuk sukses dalam menjaga pandangan mata adalah dengan menjaga hati kita. Abu Hurairah ra berkata, “ Hati adalah raja dan seluruh anggota tubuh adalah pasukannya. Jika rajanya baik, maka baik pula pasukannya, Jika rajanya buruk, buruk pula pasukannya.” Jika engkau dianugerahi pandangan, tentu engkau tahu bahwa rusaknya pada pengikutmu adalah karena kerusakan dirimu dan kebaikan mereka adalah karena kebaikanmu. Jika engkau rusak, maka rusak pula para pengikutmu. Lalu engkau lemparkan kesalahanmu kepada mata yang tak berdaya. Sumber bencana yang menimpamu itu ialah karena engkau tidak memiliki cinta kepada Allah, tidak menyukai dzikir kepadaNya, tidak menyukai firman, asma dan sifat-sifatNya. (dikutip dari Ibnu Qayyim).
“Sesungguhnya bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada.”(A-Hajj:46).
Dengan kata lain, kita harus memahami dan membekali diri kita dengan ilmu dan komitment apa yang seharusnya boleh berkembang dari aspek-aspek kehidupan. Kita harus tahu betul apa yang seharusnya tetap(permanen) dari nilai, akidah, adab dan tatanan syariat. Lalu dengan sikap bijaksana kita mampu menghadapi sekaligus mengarahkan kemajuan dan perkembangan. Dengan begitu insya Allahkita akan beruntung di dunia dan tidak merugi dalam agama. Wallahua’lam bi showaf.
“Ya Allah, aku memohon kepada-Mu segala kebajikan sebagaimana yang dimohon oleh nabi-Mu Muhammad. Dan aku berlindung kepada-Mu dari segala kejelekan sebagaimana yang nabi-Mu Muhammad mohon perlindungan. Engkaulah yang Maha Pemberi Pertolongan, dan kepadaMulah puncak segala pengharapan. Tiada daya upaya untuk meninggalkan maksiat dan tiada kekuatan untuk melakukan ibadah kecuali atas pertolongan Allah.”
---selesai-----
ditulis oleh: Ade Anita (adeanita_26@yahoo.com.au)
Bahan Bacaan :
- Ibnu Qayyim Al Jauziyah, “Taman orang-orang jatuh cinta dan memendam rindu”, Penerbit : Darul Falah.
- Dr. Yusuf Qardhawi, “Fatwa-fatwa kontemporer, jilid 2”, Penerbit : Gema Insani Press.
- Ibnu Qadamah, “Minhajul Qashidin”, Penerbit : Pustaka Al Kautsar..
Artikel Muslimah
kafemuslimah.com Setahun yang lalu, ada seorang temanku yang mengucapkan kata perpisahan denganku lewat email. Dia memang teman yang tidak pernah aku temui kecuali hanya di dunia internet saja. Sungguh, inilah perpisahan yang sangat memberikan kesan mendalam di hatiku hingga kini. Dia sudah memutuskan untuk keluar dari dunia internet, pun dari dunia pergaulan. Alasannya, karena di kedua dunia tersebut terdapat banyak sekali kemaksiatan yang terjadi. Situs porno di mana-mana, bahkan sekalipun dia berada di situs islami sekalipun tetap saja tak bisa menghindari “ajakan” (baik berupa advertise atau inviter asing) yang sama sekali jauh dari ajaran islami. Dia juga putus asa menghadapi tayangan media hiburan yang melulu mengumbar aurat dan kemaksiatan, serta informasi dari media massa yang sangat merusak akhlak. Belum lagi lingkungan sekitarnya yang tidak bisa lagi ditolerir olehnya. Pergaulan pria dan wanita yang sangat bebas, hingga adegan sun pipi kiri kanan antar lawan jenis adalah pandangan biasa di kampusnya, bahjkan orang sudah tak peduli lagi jika ada kejadian “mobil goyang”, yaitu sebuah perbuatan mesum antara pria dan wanita yang dilakukan didalam sebuah mobil yang berkaca riben.
Belum lagi adegan keakraban lain yang benar-benar meruntuhkan ketentuan hijab dan aturan mahram. Perilaku kaum wanita pun tidak luput dari ketakutannya, mulai dari pakaian yang ketat dan mini, sikap agresif-genit dan centil mereka yang selalu memancing orang lain untuk menggoda mereka, juga ajakan mereka untuk memperbanyak pengikut yang sangat gencar hingga sangat sedikit teman yang bisa dikatakan selamat dari fitnah (sampai sekarang, aku masih menyimpan kekaguman tersendiri pada pendirian temanku ini).
Hanya saja, apa yang dilakukannya kemudian, sama sekali tidak aku setujui. Inilah perbedaan sudut pandang kami, karena penolakannya terhadap apa yang terjadi di sekitarnya itu, bukan hanya berhenti pada menarik diri dari dunia sekitarnya tapi juga penolakan atas semua teknologi dan kemajuan yang terjadi di sekitarnya. Dia kurangi makan dan minum hingga benar-benar minim sekali kebutuhan itu dipenuhinya. Tubuhnya menjadi kurus laksana seorang pertapa pegunungan. Dia menolak internet, media massa, televisi, radio, telepon, kendaraan bermotor dan semua teknologi yang ada (alhamdulillah di saat-saat akhir itu dia masih mau membaca emailku ^_^). Dia juga tidak berbicara kecuali yang perlu saja dengan orang lain, bahkan dia mulai menolak pertemuan dengan orang lain yang menurut perkiraannya tidak islami sehingga yang datang kemudian adalah kondisi mengucilkan diri yang menurut orang lain sudah sangat ekstrem (aku tidak bisa komentar lebih jauh dan jika aku teruskan gambaran tentang temanku ini disini, aku takut kita semua akan terjerumus pada ghibah, jadi kita sudahi yah..maaf. Semoga Allah senantiasa memberikan yang terbaik pada temanku itu). Hmm...yang bisa aku tanggapi dari kasus temanku ini adalah bahwa semua hal tersebut berawal dari kekecewaan pandangan mata.
Allah berfirman,
“Katakanlah kepada orang laki-laki yuang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya. Yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat’. Katakanlah kepada wanita yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya’.” (An Nur :30-31)
Allah menjadikan mata sebagai cermin hati. Jika seseorang menahan pandangan matanya, berarti dia menahan syahwat dan keinginan hati. Jika dia mengumbar pandangan matanya,berarti dia mengumbar syahwat hatinya. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa yang dilarang dengan tiada keraguan lagi dalam perkara “menjaga pandangan” adalah melihat dengan menikmati dan bersyahwat, karena ini merupakan pintu bahaya dan penyulut api. Sebab itu, ada ungkapan, “memandang merupakan pengantar perzinahan.” Sebagaimana yang dikatakan oleh Syauki Ihwal memandang yang dilarang ini, yakni “ “memandang (berpandangan) lalu tersenyum, lantas mengucapkan salam, lalu bercakap-cakap, kemudian berjanji, akhirnya bertemu.”(kutipan dari Ibnu Qayyim).
“Sesungguhnya Allah telah menetapkan atas diri anak keturunan Adam bagiannya dari zina. Dia mengetahui yang demikian tanpa dipungkiri. Mata itu bisa berzina dan zinanya adalah pandangan. Lidah itu bisa berzina dan zinanya adalah perkataan. Kaki itu bisa berzina dan zinanya adalah anyaman langkah. Tangan itu bisa berzina dan zinanya adalah tangkapan yang keras. Hati itu bisa berkeinginan dan berangan-angan. Sedangkan kemaluan membenarkan yang demikian itu atau mendustakannya.”(Diriwayatkan Bukhari-Muslim, An Nasa’y dan Abu Daud).
Sebenarnya, bukan hanya pandangan mata saja yang bisa mengantarkan pada perzinahan, tetapi juga semua anggota panca indra kita. Penciuman yang membaui wewangian, telinga yang mendengar suara yang menggoda, hanya saja dalam hal ini mata adalah utama karena reaksi yang dihasilkan oleh pandangan mata itu langsung dikirim ke otak dan menimbulkan reaksi pada seluruh tubuh. Sudah menjadi fitrah manusia senang pada sesuatu yang indah dilihat oleh mata, indra lain akan otomatis mengikutinya.
Qardhawi mengungkapkan dua ijma apa yanag diperbolehkan dalam masalah menjaga pandangan tersebut, yaitu :
Pertama, bahwa sesuatu yang dilarang itu diperbolehkan ketika darurat atau ketika dalam kondisi membutuhkan, seperti kebutuhan berobat, melahirkan dan sebagainya, pembuktian tidak pidana, perdagangan, pengajaran dan lainnya yang diperlukan dan menjadi keharusan, baik perseorangan maupun masyarakat.
Kedua, bahwa apa yang diperbolehkan itu menjadi terlarang apabila dikhawatirkan terjadinya fitnah, baik kekhawatiran itu terhadap laki-laki maupun perempuan. Dalam hal ini apabila terdapat petunjuk-petunjuk yang jelas, tidak sekedar perasaan atau khayalan sebagian orang yang takut atau ragu-ragu terhadap setiap orang dan setiap persoalan.
Karena itu Nabi saw pernah memalingkan muka anak pamannya yang bernama al-Fadhl bin Abbas, dari melihat wanita Khats’amiyah pada waktu haji, ketika beliau melihat al-Fadhl berlama-lama memandang wanita itu. Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa al-Fadhl bertanya kepada Rasulullah saw, “Mengapa engkau palingkan muka anak pamanmu ?” Beliau SAW menjawab, “Saya melihat seorang pemuda dan seorang pemudi, maka saya tidak merasa aman akan gangguan setan terhadap mereka.”
Kekhawatiran akan terjadinya fitnah itu kembali kepada hati nurani si muslim, yang wajib mendengar dan menerima fatwa, baik dari hati nuraninya sendiri maupun orang lain. Artinya, fitnah itu tidak dikhawatirkan terjadi jika hati dalam kondisi sehat, tidak dikotori syahwat, tidak dirusak syubhat (kesamaran), dan tidak menjadi sarang pikiran-pikiran menyimpang (dikutip dari Qardhawy).
Lalu, bagaimana sikap kita terhadap semua hal yang rasanya tidak bisa kita hindari dalam keseharian kita yang semuanya berhubungan dengan kemampuan menjaga pandangan? Apakah kalian akan mengikuti langkah teman saya itu? Apakah kita memang harus mengasingkan diri dari peradaban dan dari mengucilkan diri dari zaman yang memang kata orang sudah edan ini?
Hmm… Jika kalian ingin tahu isi perdebatan kami ketika itu, salah satunya adalah, pemikiran saya jika masing-masing kita menarik diri dari peradaban lalu bagaimana dengan regenerasi umat muslim selanjutnya? Apakah kita akan menyerahkan begitu saja negara ini untuk dipimpin oleh non muslim, apakah kita akan menyerahkan begitu saja para saudara muslim kita dibantu oleh tenaga medis, tenaga ekonomi, atau tenaga ahli lain yang non muslim yang mungkin tidak mengerti apa itu haram dan halal dalam islam? Apakah kita akan menyerahkan begitu saja dunia ini dikuasai sepenuhnya oleh ajaran non islam?
Saya tidak rela dan tidak akan pernah rela (meskipun saya akui saya belum bisa memberikan kontribusi apapun pada ummat ini). Menurut saya, seharusnyalah kita mengendarai kemajuan teknologi yang ada sekarng ini dan memanfaatkannya untuk menyebarkan ajaran islam seluasnya, setidaknya harus ada penyeimbang di antara ajaran non islam itu. Menurut saya, sebagai umat Islam, di tangan kitalah warna dunia ini kita lukis. Sudah terlalu lama umat Islam hanya menjadi budak di negaranya sendiri. Sudah terlalu lama umat Islam hanya menjadi buih di pinggir pantai yang dengan mudah dipermainkan gelombang laut dan akhirnya musnah ketika bertemu pasir di pantai. Kejayaan kita hanya tinggal kenangan. Sekarang segala sesuatunya dikuasai oleh mereka yang non muslim, bahkan termasuk kemerdekaan dan hak asasi kita sebagai manusia. Kini saatnya kita untuk bangkit kembali dan merebut semua kejayaan yang dulu pernah kita raih.
“Asy-Syafiy’y Rahimahullah berkata, “Mengisolir diri dari manusia bisa mendatangkan permusuhan dan membuka diri kepada manusia bisa mendatangkan keburukan. Tempatkanlah dirimu sendiri di antara mengisolir dan membuka diri…” (Dikutip dari Ibnu Qadamah)
Untuk itulah perlu sebuah aksi yang mengarah pada kemajuan sekaligus menjaga akhlak agar tak lagi rapuh. Dalam hal ini, tentu saja kita sebelumnya harus menertibkan hati kita dahulu. Sesungguhnya, segala sesuatu itu akan kembali pada satu sumber, niat di dalam hati tiap manusia.
“Sesungguhnya di dalam tubuh ada segumpal darah. Jika ia baik, maka seluruh tubuh akan baik pula, dan jika ia rusak, rusak pula seluruh tubuh. Ketahuilah, segumpal darah itu adalah hati.” (Bukhary-Muslim)
Jadi untuk sukses dalam menjaga pandangan mata adalah dengan menjaga hati kita. Abu Hurairah ra berkata, “ Hati adalah raja dan seluruh anggota tubuh adalah pasukannya. Jika rajanya baik, maka baik pula pasukannya, Jika rajanya buruk, buruk pula pasukannya.” Jika engkau dianugerahi pandangan, tentu engkau tahu bahwa rusaknya pada pengikutmu adalah karena kerusakan dirimu dan kebaikan mereka adalah karena kebaikanmu. Jika engkau rusak, maka rusak pula para pengikutmu. Lalu engkau lemparkan kesalahanmu kepada mata yang tak berdaya. Sumber bencana yang menimpamu itu ialah karena engkau tidak memiliki cinta kepada Allah, tidak menyukai dzikir kepadaNya, tidak menyukai firman, asma dan sifat-sifatNya. (dikutip dari Ibnu Qayyim).
“Sesungguhnya bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada.”(A-Hajj:46).
Dengan kata lain, kita harus memahami dan membekali diri kita dengan ilmu dan komitment apa yang seharusnya boleh berkembang dari aspek-aspek kehidupan. Kita harus tahu betul apa yang seharusnya tetap(permanen) dari nilai, akidah, adab dan tatanan syariat. Lalu dengan sikap bijaksana kita mampu menghadapi sekaligus mengarahkan kemajuan dan perkembangan. Dengan begitu insya Allahkita akan beruntung di dunia dan tidak merugi dalam agama. Wallahua’lam bi showaf.
“Ya Allah, aku memohon kepada-Mu segala kebajikan sebagaimana yang dimohon oleh nabi-Mu Muhammad. Dan aku berlindung kepada-Mu dari segala kejelekan sebagaimana yang nabi-Mu Muhammad mohon perlindungan. Engkaulah yang Maha Pemberi Pertolongan, dan kepadaMulah puncak segala pengharapan. Tiada daya upaya untuk meninggalkan maksiat dan tiada kekuatan untuk melakukan ibadah kecuali atas pertolongan Allah.”
---selesai-----
ditulis oleh: Ade Anita (adeanita_26@yahoo.com.au)
Bahan Bacaan :
- Ibnu Qayyim Al Jauziyah, “Taman orang-orang jatuh cinta dan memendam rindu”, Penerbit : Darul Falah.
- Dr. Yusuf Qardhawi, “Fatwa-fatwa kontemporer, jilid 2”, Penerbit : Gema Insani Press.
- Ibnu Qadamah, “Minhajul Qashidin”, Penerbit : Pustaka Al Kautsar..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar